The
life of Edgar Allen Poe
The
life of Edgar Allen Poe is one of the most tragic of all American
writers. Within a brief span of forty years he literally went from
riches to rags. Raised by foster parents who loved him deeply, he was
provided with an education that matched his genius in his field of
interest. He attended private schools in England. He was schooled in
Richmond at the University of Virginia. He even spent a period of time
as a cadet at West Point.
Poe, in his heyday, was unparalleled as a literary critic, editor, poet,
and author of short stories. Most of us have probably had our spines
tingled by The Pit and the Pendulum or The Tell-Tale Heart or The Raven.
His works have indeed left their mark.
But the mark left by his life is another story. Poe lost his young bride
through a bitter case of tuberculosis. By that time, alcohol and drug
abuse, along with involvement in the occult and Satanism, had proved to
be his undoing. Depression and insanity plagued his short life,
eventually leaving him unconscious in the gutter of a windswept street
in Baltimore. Four days later he died, having never regained
consciousness.
Poe began his life with money and brilliance, which quickly brought him
prestige and fame. But it was only a matter of time before he became a
ragged, penniless bum.
This tragedy, the slow slip from riches to rags, happens not only to
individuals but to churches as well. The church at Corinth was just such
a case. Its beginning was so rich that it seemed invincible. Like Poe,
it went from riches to the beggarly rags of spiritual poverty before it
finally ended up in the gutter.
(See: 1 Tim 1:19; Heb 10:38; 2 Pet 2:20) |
Ecclesiastes
1:1-2
1) The words of the Preacher, the son of David, king in Jerusalem.
2)Vanity of vanities, saith the Preacher, vanity of vanities; all [is]
vanity.
Ecclesiastes 2:21-26
21) For there is a man whose labour [is] in wisdom, and in knowledge,
and in equity; yet to a man that hath not laboured therein shall he
leave it [for] his portion. This also [is] vanity and a great evil. 22)
For what hath man of all his labour, and of the vexation of his heart,
wherein he hath laboured under the sun? 23) For all his days
[are] sorrows, and his travail grief; yea, his heart taketh not rest in
the night. This is also vanity. 24) [There is] nothing
better for a man, [than] that he should eat and drink, and [that] he
should make his soul enjoy good in his labour. This also I saw, that it
[was] from the hand of God. 25) For who can eat, or who else can hasten
[hereunto], more than I? 26) For [God] giveth to a man that
[is] good in his sight wisdom, and knowledge, and joy: but to the sinner
he giveth travail, to gather and to heap up, that he may give to [him
that is] good before God. This also [is] vanity and vexation of spirit.
Can you share with your understanding of these verses?
Thanks in advance. |
PEMELIHARAAN
ALLAH
Kejadian 45:5, "Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan
janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk
memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." -
"ve'atah {dan sekarang} al-te'atsevu {janganlah bersusah hati}
ve'al-yikhar {dan jangan marah} be'eyneykem {pada dirimu} ki-mekartem {sebab
menjual aku} oti henah {ke sini} ki {sebab} lemikhyah {sebab untuk
memelihara kehidupan} sylakhany {menyuruh aku} elohim {Allah} lifneykem
{mendahului kamu}"
Setelah Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi, Ia tidak meninggalkan
dunia berjalan sendiri. Sebaliknya, Ia terus terlibat di dalam kehidupan
umat-Nya dan di dalam pemeliharaan ciptaan-Nya. Allah bukanlah seperti
seorang ahli pembuat jam yang membuat bumi, menjalankannya, dan kini
membiarkannya berjalan sendiri; Ia adalah Bapa penuh kasih yang
senantiasa memelihara apa yang telah diciptakan-Nya. Perhatian Allah
yang terus-menerus atas ciptaan dan umat-Nya secara doktrin disebut
pemeliharaan Allah.
Setidak-tidaknya terdapat tiga aspek pemeliharaan Allah.
[1] Pelestarian. Dengan kuasa-Nya Allah melestarikan dunia yang
diciptakan-Nya. Pengakuan Daud itu jelas, "Keadilan-Mu adalah
seperti gunung-gunung Allah, hukum-Mu bagaikan samudera raya yang hebat.
Manusia dan hewan Kauselamatkan (versi Inggris NIV -- peliharakan), ya
Tuhan" (Mazmur 36:7). Kuasa Allah yang melestarikan terlaksana
melalui Putra-Nya Yesus Kristus, sebagaimana ditegaskan oleh Paulus
dalam Kolose 1:17, "Ia ada terlebih dahulu dari segala
sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." Oleh kuasa Kristus
partikel hidup yang terkecil pun dipersatukan.
[2] Penyediaan. Allah bukan saja melestarikan bumi yang diciptakan-Nya,
tetapi Ia juga menyediakan apa yang diperlukan oleh ciptaan-Nya itu.
Ketika Allah menciptakan bumi, Ia menciptakan musim dan memberi makan
manusia dan hewan. Setelah air bah menghancurkan bumi, Allah
memperbaharui janji penyediaan ini dengan berfirman, "Selama bumi
masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan
panas, kemarau dan hujan, siang dan malam". Beberapa mazmur
menegaskan kebaikan Allah dalam menyediakan kebutuhan bagi
makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Allah sendiri menyatakan kuasa-Nya untuk
menciptakan dan memelihara kepada Ayub, dan Yesus mengatakan dengan
tegas bahwa Allah menyediakan kebutuhan burung-burung di udara dan
bunga-bunga bakung di padang. Pemeliharaan-Nya
menyediakan bukan saja kebutuhan jasmaniah manusia, tetapi juga
kebutuhan rohaninya. Alkitab menyatakan bahwa Allah menunjukkan kasih
dan perhatian khusus bagi umat-Nya, yang masing-masing pribadi
dihargai-Nya. Paulus menulis dengan tegas kepada jemaat di Filipi,
"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan
dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus". Menurut rasul Yohanes,
Allah menginginkan agar umat-Nya "baik-baik dan sehat-sehat saja"
dan beres segala sesuatunya.
[3] Pemerintahan. Di samping pelestarian dan penyediaan kebutuhan
ciptaan-Nya, Ia juga memerintah dunia ini. Karena Allah berdaulat,
peristiwa-peristiwa dalam sejarah terjadi menurut kehendak-Nya
yang mengizinkan dan pengawasan-Nya; kadang-kadang Ia turun tangan
langsung melaksanakan maksud-maksud penebusan-Nya. Sekalipun demikian,
hingga Allah menyelesaikan sejarah, Ia telah membatasi kuasa dan
kepemimpinan-Nya atas dunia ini. Alkitab mengatakan bahwa Iblis adalah
"ilah zaman ini" dan menjalankan penguasaan yang cukup besar
pada zaman yang jahat ini. Dengan kata lain, dunia kini tidak tunduk
kepada kuasa pengaturan Allah, tetapi sedang memberontak terhadap Dia
dan diperbudak oleh Iblis. Akan tetapi, perhatikan bahwa pembatasan diri
pada pihak Allah ini hanya bersifat sementara; pada saat yang telah
ditentukan dalam hikmat-Nya, Ia akan membinasakan Iblis dan semua
kekuatan kejahatan.
Penyataan alkitabiah menunjukkan bahwa pemeliharaan Allah bukan sebuah
doktrin abstrak, tetapi berlaku untuk kehidupan sehari-hari di dalam
dunia yang jahat dan berdosa.
Setiap orang mengalami penderitaan di dalam hidupnya dan pasti bertanya,
"Mengapa?". Pengalaman-pengalaman semacam itu menimbulkan
persoalan tentang kejahatan dan tempatnya dalam rencana Allah.
Allah mengizinkan manusia mengalami akibat-akibat dosa yang masuk ke
dalam dunia melalui kejatuhan Adam dan Hawa. Yusuf, misalnya, banyak
menderita akibat iri hati dan kekejaman kakak-kakaknya. Ia dijual
sebagai budak dan menjadi budak Potifar di Mesir. Sekalipun hidup dengan
takut akan Allah di Mesir, ia secara tidak adil dituduh melakukan
kebejatan, dijebloskan ke dalam penjara dan berada di situ sepanjang dua
tahun lebih. Allah dapat mengizinkan penderitaan karena
perbuatan-perbuatan jahat sesama manusia, sekalipun Ia dapat mengatasi
perbuatan-perbuatan itu supaya melaksanakan kehendak-Nya. Berdasarkan
kesaksian Yusuf, Allah bekerja melalui dosa saudara-saudaranya untuk
memelihara hidup.
Bukan saja kita menderita karena akibat dosa orang lain, kita juga
mengalami penderitaan sebagai akibat perbuatan dosa kita sendiri.
Misalnya, dosa kebejatan dan perzinaan sering kali mengakibatkan
kehancuran pernikahan dan keluarga. Dosa kemarahan tak terkendali
terhadap orang lain dapat mengakibatkan cedera serius atau bahkan
kematian salah satu pihak. Dosa keserakahan dapat mengakibatkan hukuman
penjara bagi seorang yang mencuri atau menggelapkan uang.
Penderitaan juga terjadi di dunia karena Iblis, ilah zaman ini,
diizinkan melakukan pekerjaannya dengan membutakan pikiran orang tidak
percaya dan menguasai kehidupan mereka. Perjanjian Baru penuh dengan
contoh orang-orang yang menderita karena setan-setan yang menganiaya
mereka dengan penyakit mental atau dengan penyakit jasmani. Mengatakan
bahwa Allah mengizinkan penderitaan tidak berarti bahwa Allah
menyebabkan semua kejahatan yang kita alami di dunia ini, atau bahwa Dia
secara pribadi menetapkan semua tragedi dalam kehidupan ini. Allah tidak
pernah menyebabkan kejahatan atau ketidaksalehan. Sekalipun demikian,
kadang-kadang Ia mengizinkannya terjadi, mengarahkannya dan menguasainya
supaya mengerjakan kehendak-Nya, melaksanakan maksud penebusan-Nya, dan
di dalam segala sesuatu mendatangkan yang baik bagi mereka yang setia
kepada-Nya.
Supaya kita dapat mengalami pemeliharaan Allah dalam kehidupan kita,
Alkitab menyatakan bahwa kita mempunyai beberapa tanggung jawab.
Kita harus taat kepada Allah dan kehendak-Nya yang telah dinyatakan.
Misalnya, dalam hal Yusuf, jelaslah bahwa karena ia menghormati Allah
dengan hidupnya yang taat, Allah menghormatinya dengan menyertainya.
Demikian pula, supaya Yesus sendiri mengalami perlindungan Allah dari
maksud raja Herodes untuk membunuhnya, orang-tuanya harus menaati Allah
dan lari ke Mesir. Mereka yang takut akan Allah dan mengakui Dia di
dalam semua perbuatannya memiliki janji bahwa Allah akan meluruskan
jalan-jalan mereka.
Di dalam pemeliharaan-Nya, Allah mengarahkan hal ihwal gereja dan setiap
kita selaku hamba-Nya. Kita harus senantiasa hidup sesuai dengan
kehendak-Nya bagi kehidupan kita sementara melayani Dia dan melayani
sesama atas nama-Nya.
Kita harus mengasihi Allah dan tunduk kepada-Nya dengan iman kepada
Kristus jikalau kita ingin Ia mendatangkan kebaikan bagi kita di dalam
segala sesuatu.
Untuk mengalami pemeliharaan Allah di tengah-tengah penderitaan, kita
harus senantiasa berseru kepada-Nya di dalam doa dan iman yang tekun.
Melalui doa dan kepercayaan, kita mengalami damai sejahtera Allah, kita
menerima kekuatan dari Tuhan, dan kita menerima rahmat, kasih karunia,
dan pertolongan Allah pada waktunya. Doa-doa iman semacam itu dapat
dipanjatkan untuk diri sendiri atau untuk orang lain. |